Gunung Tilu
Sumber berita :
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke:
navigasi, cari Gunung Tilu
Gunung Tilu, dilihat dari Jabranti, Kuningan
Ketinggian 1.076
meter (3.530 kaki)
Lokasi Jawa Barat,
Jawa, Indonesia
Gunung Tilu adalah gunung yang terletak dekat perbatasan
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat dan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Secara
administratif pemerintahan, Gunung Tilu termasuk ke dalam wilayah Desa Jabranti
Kecamatan Karangkancana dan Desa Cimara, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten
Kuningan.
Gunung Tilu merupakan kelompok pegunungan yang setidaknya
mempunyai tiga puncak tertinggi yaitu puncak Sukmana (1.154 m dpl), puncak
Gunung Tilu (1.076 m dpl), dan puncak lainnya yang tidak diketahui namanya
(1.112 m dpl). Masyarakat cukup beralasan menyebut kawasan gunung tersebut
dengan Gunung Tilu, yang berarti tiga, karena dari setiap sudut, kawasan
tersebut selalu memperlihatkan tiga gundukan gunung. Kawasan ini juga menjadi
hulu bagi banyak sungai kecil yang membentuk dua sungai besar di Desa Jabranti
dan Desa Cimara, yaitu sungai Citaal dan Cijangkelok.
Hutan-hutan di wilayah ini, meski bukan lagi hutan yang
belum terjamah, kebanyakan masih berupa hutan alam yang berstatus hutan
lindung. Keanekaragaman hayati yang dikandungnya adalah luar biasa, mengingat
bahwa lingkungan di sekitarnya merupakan wilayah pemukiman yang relatif padat.
Sebagian areal merupakan kawasan hutan produksi yang ditanami jati dan pinus,
bersisian dengan bagian-bagian hutan yang telah dibuka untuk dijadikan kebun
atau persawahan. Pengelola kawasan hutan ini adalah Perum Perhutani KPH Kuningan.
Gunung Tilu, Kuningan, bukan merupakan gunung berapi.
BERITA TERKAIT Sumber berita dari:
http://versesofuniverse.blogspot.com/2013/03/sepasang-batu-naga-gunung-tilu.html
Sepasang
Batu Naga Gunung Tilu
Situs batu bergambar
naga yang berada diuncak Gunung Tilu, Kuningan, Jabar memang masih misterius.
Para Arkeolog masih terus menyelidiki apa fungsi benda-benda bergambar itu di
puncak gunung?
Situs ini kemungkinan
digunakan oleh kalangan pertapa atau resi untuk mengasingkan diri dari
kehidupan duniawi dan mendekatkan diri kepada Yang Kuasa.
Tim arkeologi masih
melakukan eskavasi keberadaan 2 batu setinggi 160 Cm yang berdiri tegak. Batu
yang terpisah dengan jarak 1,5 meter itu masing-masing berhias gambar. Batu itu
sudah terpahat rapi, diperkirakan dari zaman prasejarah.
Di sekitar lokasi
juga banyak batu berserakan yang terlihat rapi. Kemungkinan, batu di era
prasejarah itu dimanfaatkan oleh masyarakat di zaman sesudahnya.
Dua naga terlihat
jelas pada batu setinggi 160 cm tersebut. Naga yang pertama terlihat jelas
kepala dan badannya. Naga yang kedua dapat dikatakan lengkap, yakni ada kepala
yang berjambul atau bermahkota, badan, dan ekor
Naga yang kedua
digambarkan berada di samping seseorang berkepala botak. Orang tersebut
memegang ekor naga dan tangan lainnya memegang senjata. Senjata ini kemungkinan
adalah kudi atau kudhi, yakni senjata khas Banyumas.
Jadi ada batu tegak
bentuknya bukan bulat, tapi bersisi tiga. Sisi pertama ada gambar naga. Mungkin
ini terkait legenda Ambu Naga Rinting. Sisi kedua ada orang botak memegang
senjata. Sisi ketiga ada gambar punakawan. Gambar punakawan mungkin
menggambarkan tokoh Semar dan Bagong atau Bawor.
Tim arkeolog masih
mencari tahu apa kaitan antara senjata tersebut dengan Kuningan atau budaya
Jawa Barat. Batu berelief tersebut berada di puncak Gunung Pojok Tilu, di mana
gunung ini merupakan perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Yang menarik, meski
terletak di Jawa Barat, namun beberapa pahatan menunjukkan budaya yang kini
kita sebut sebagai budaya Banyumasan.
Budaya Banyumasan
antara lain mencakup yang kini menjadi Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap
di Jawa Tengah. Situs ini memang terletak di puncak gunung di Kabupaten
Kuningan yang berbatasan langsung dengan Brebes dan Cilacap.
Tampaknya, batu
purbakala di Kuningan berisi relief cerita yang menggambarkan perpaduan budaya
Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pada masa lalu, batas
administratif yang diterapkan saat ini belum dikenal. Selain itu, senjata kudi
atau kudhi sering disebut-sebut sebagai cikal bakal bentuk kujang yang kini
menjadi senjata khas Jawa Barat.
Selain pahatan naga,
terdapat pahatan-pahatan lain pada batu tersebut. Masyarakat Arkeologi
Indonesia (MARI) dan Pemerintah Kabupaten Kuningan terus melakukan penelitian
sepanjang bulan Maret 2013.
Situs ini dikenal
masyarakat lewat cerita dari mulut ke mulut. Di masa kini menjadi tempat
mencari berkah dan pesugihan. Kampung terdekat berada 3 jam dari lokasi. Di
tempat batu naga itu tak ada juru kunci.
Kemungkinan situs ini
pada masa lalu dipergunakan baik oleh masyarakat Jawa Barat maupun Jawa Tengah.
Legenda Ambu Naga Runting
Masyarakat Kuningan
mengenal legenda Ambu Naga Runting. Legenda ini tidak terlalu jelas lengkapnya.
Namun disebutkan bahwa ada seekor naga yang sangat luar biasa. Kepalanya berada
di Gunung Ciremai atau Ceremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Nah, saking besarnya
naga itu, ekornya pun berada sampai ke pegunungan di sebelah selatan Gunung Ciremai.
Namun masyarakat tidak tahu gunung mana yang dimaksud. Namun, mungkin saja ekor
Naga terletak di Gunung Pojok Tilu tempat batu tulis bergambar naga ditemukan.
Legenda itu hanya
terdengar dari mulut ke mulut dan diturunkan dari generasi terdahulu. Tapi,
dalam arkeologi, legenda itu menjadi salah satu bahan penelitian. Bisa saja,
batu bergambar naga itu dibuat sang pemahat diilhami kisah naga runting
tersebut.
Untuk sementara
diperkirakan batu tegak itu sudah didirikan oleh masyarakat sejak masa prasejarah,
pahatannya cukup rapi, sehingga diperkirakan batunya didirikan sejak masa
prasejarah, namun pahatannya dilakukan pada masa kemudian. Kemungkinan pahatan
(gambar naga) dilakukan pada akhir masa Sunda Kuno sekitar abad ke 14-15
Masehi.
Bupati
Kuningan Meminta Masyarakat Menjaga Keutuhan Situs Batu Naga
Pikiran Rakyat
Kamis, 21/03/2013 - 20:17
NURYAMAN/"PRLM"
TIGA orang perangkat Desa Jabranti, Kec. Karangkancana, Kab.
Kuningan beristirahat sambil mengamati batu menhir berukirkan gambar
diperkirakan buah karya budaya pada masa pra sejarah di puncak bukit Gunung
Pojoktilu, sekitar desa tersebut, Selasa (21/3) yang baru lalu.
KUNINGAN, (PRLM).- Bupati Kuningan H. Aang Hamid Suganda
meminta kepada pemerintah desa dan masyarakat sekitar Gunungtilu, menjaga
keutuhan Situs Batu Naga di puncak bukit Pojok Tilu sebelah selatan Dusun
Banjaran, Desa Jabranti, Kec. Karangkancana, Kab. Kuningan yang kini sedang
diteliti oleh arkeolog. Pesan tersebut diungkapkan Aang kepada "PRLM"
melalui telefon, Kamis (21/3/13) menanggapi adanya langkah penelitian arkeolog
terhadap situs tersebut.
"Bapak (demikian Aang kerap menyebutkan dirinya-red.)
sangat mendukung langkah penelitian arkeologi itu. Di samping itu, untuk
mendukung proses penelitian serta pelestarian situs di gunung itu, bapak
meminta kepada pemerintah dan masyarakat desa sekitar membantu menjaga keutuhan
setiap benda dan kekayaan alam yang ada di kawasan gunung itu," kata Aang.
Di balik itu, Aang mengharapkan penelitian arkelogi terhadap
situs di puncak gunung sekitar perbatasan antara wilayah Kab. Kuningan, Jawa
Barat dengan Kab. Brebes dan Cilacap, Jawa Tengah itu bisa mengungkap
fakta-fakta sejarah dan budaya masyarakat masa lalu.
Sementara itu, arkeolog dari Universitas Indonesia yang juga
pendiri Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) Dr. Ali Akbar, kepada
"PR" menyebutkan, ukiran gambar ular naga dan gambar rupa lainnya
pada batu menhir di puncak bukit tersebut, diperkirakan dibuat pada masa
prasejarah. Ali Akbar yang baru-baru ini telah dua kali datang bersama tim
arkeolog dari MARI ke lokasi tersebut, menyatakan batu menhir berukirkan gambar
di gunung itu sangat berbeda dengan menhir-menhir yang telah ditemukan di
Indonesia.
"Semua batu menhir yang telah ditemukan sebelumnya,
biasanya dibentuk dulu dengan cara dipahat sesuai kebutuhan, lalu permukaannya
dihiasi relief gambar atau tulisan. Sementara bentuk menhir yang ada di Gunung
Pojok Tilu Kuningan itu, bukan hasil bentukan manusia tetapi bentukan
alam," kata Ali Akbar.
Maksudnya, demikian Ali Akbar, batu bentukan alam yang
dijadikan menhir itu dicari dan diperoleh manusia dari alam lalu dibawa dan
ditempatkan di lokasi tersebut sesuai yang dibutuhkan.
"Saya yakin, dua batu menhir dengan bentuk hampir
serupa yang terpasang berhadapan membentuk gapura atau gerbang di lokasi itu,
bukan hasil bentukan manusia. Kecuali ukiran gambar-gambar pada batu menhir
itu, jelas hasil karya manusia," tutur Ali Akbar, seraya menambahkan untuk
mengungkap fakta-fakta arkelogi situs tersebut, pihaknya akhir-akhir ini tengah
menghimpun referensi sejarah dan bertukar pendapat dengan sejumlah pakar budaya
atau budayawan.
Di samping itu, untuk mengetahui pasti kapan situs di Gunung
Pojok Tilu itu dibangun dan masa penggunannya, tim arkeolog dari MURI pada awal
Maret 2013 telah mengambil sampel tanah dari kedalaman sekitar 50 cm di lokasi
batu tersebut.
"Sampel tanah itu sekarang sedang diteliti di
laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional. Penelitian sampekl tanah itu, untuk
mengetahui angka abstrak tahun berapa atau berapa tahun yang lalu menhir itu
dipasang di tempat itu," kata Ali Akbar.(A-91/A-108)***
JAWA BARAT
FOTO2 GUNUNG TILU