Selasa, 23 April 2013

MISTERI GUNUNG TILU


Gunung Tilu
Sumber berita :
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari Gunung Tilu
Gunung Tilu, dilihat dari Jabranti, Kuningan
Ketinggian           1.076 meter (3.530 kaki)
Lokasi    Jawa Barat, Jawa, Indonesia
Gunung Tilu adalah gunung yang terletak dekat perbatasan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat dan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Secara administratif pemerintahan, Gunung Tilu termasuk ke dalam wilayah Desa Jabranti Kecamatan Karangkancana dan Desa Cimara, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan.
Gunung Tilu merupakan kelompok pegunungan yang setidaknya mempunyai tiga puncak tertinggi yaitu puncak Sukmana (1.154 m dpl), puncak Gunung Tilu (1.076 m dpl), dan puncak lainnya yang tidak diketahui namanya (1.112 m dpl). Masyarakat cukup beralasan menyebut kawasan gunung tersebut dengan Gunung Tilu, yang berarti tiga, karena dari setiap sudut, kawasan tersebut selalu memperlihatkan tiga gundukan gunung. Kawasan ini juga menjadi hulu bagi banyak sungai kecil yang membentuk dua sungai besar di Desa Jabranti dan Desa Cimara, yaitu sungai Citaal dan Cijangkelok.
Hutan-hutan di wilayah ini, meski bukan lagi hutan yang belum terjamah, kebanyakan masih berupa hutan alam yang berstatus hutan lindung. Keanekaragaman hayati yang dikandungnya adalah luar biasa, mengingat bahwa lingkungan di sekitarnya merupakan wilayah pemukiman yang relatif padat. Sebagian areal merupakan kawasan hutan produksi yang ditanami jati dan pinus, bersisian dengan bagian-bagian hutan yang telah dibuka untuk dijadikan kebun atau persawahan. Pengelola kawasan hutan ini adalah Perum Perhutani KPH Kuningan.
Gunung Tilu, Kuningan, bukan merupakan gunung berapi.

BERITA TERKAIT Sumber berita dari:
http://versesofuniverse.blogspot.com/2013/03/sepasang-batu-naga-gunung-tilu.html
Sepasang Batu Naga Gunung Tilu
Situs batu bergambar naga yang berada diuncak Gunung Tilu, Kuningan, Jabar memang masih misterius. Para Arkeolog masih terus menyelidiki apa fungsi benda-benda bergambar itu di puncak gunung?
Situs ini kemungkinan digunakan oleh kalangan pertapa atau resi untuk mengasingkan diri dari kehidupan duniawi dan mendekatkan diri kepada Yang Kuasa.
Tim arkeologi masih melakukan eskavasi keberadaan 2 batu setinggi 160 Cm yang berdiri tegak. Batu yang terpisah dengan jarak 1,5 meter itu masing-masing berhias gambar. Batu itu sudah terpahat rapi, diperkirakan dari zaman prasejarah.
Di sekitar lokasi juga banyak batu berserakan yang terlihat rapi. Kemungkinan, batu di era prasejarah itu dimanfaatkan oleh masyarakat di zaman sesudahnya.
Dua naga terlihat jelas pada batu setinggi 160 cm tersebut. Naga yang pertama terlihat jelas kepala dan badannya. Naga yang kedua dapat dikatakan lengkap, yakni ada kepala yang berjambul atau bermahkota, badan, dan ekor
Naga yang kedua digambarkan berada di samping seseorang berkepala botak. Orang tersebut memegang ekor naga dan tangan lainnya memegang senjata. Senjata ini kemungkinan adalah kudi atau kudhi, yakni senjata khas Banyumas.
Jadi ada batu tegak bentuknya bukan bulat, tapi bersisi tiga. Sisi pertama ada gambar naga. Mungkin ini terkait legenda Ambu Naga Rinting. Sisi kedua ada orang botak memegang senjata. Sisi ketiga ada gambar punakawan. Gambar punakawan mungkin menggambarkan tokoh Semar dan Bagong atau Bawor.
Tim arkeolog masih mencari tahu apa kaitan antara senjata tersebut dengan Kuningan atau budaya Jawa Barat. Batu berelief tersebut berada di puncak Gunung Pojok Tilu, di mana gunung ini merupakan perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Yang menarik, meski terletak di Jawa Barat, namun beberapa pahatan menunjukkan budaya yang kini kita sebut sebagai budaya Banyumasan.
Budaya Banyumasan antara lain mencakup yang kini menjadi Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap di Jawa Tengah. Situs ini memang terletak di puncak gunung di Kabupaten Kuningan yang berbatasan langsung dengan Brebes dan Cilacap.
Tampaknya, batu purbakala di Kuningan berisi relief cerita yang menggambarkan perpaduan budaya Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pada masa lalu, batas administratif yang diterapkan saat ini belum dikenal. Selain itu, senjata kudi atau kudhi sering disebut-sebut sebagai cikal bakal bentuk kujang yang kini menjadi senjata khas Jawa Barat.
Selain pahatan naga, terdapat pahatan-pahatan lain pada batu tersebut. Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) dan Pemerintah Kabupaten Kuningan terus melakukan penelitian sepanjang bulan Maret 2013.
Situs ini dikenal masyarakat lewat cerita dari mulut ke mulut. Di masa kini menjadi tempat mencari berkah dan pesugihan. Kampung terdekat berada 3 jam dari lokasi. Di tempat batu naga itu tak ada juru kunci.
Kemungkinan situs ini pada masa lalu dipergunakan baik oleh masyarakat Jawa Barat maupun Jawa Tengah.

Legenda Ambu Naga Runting
Masyarakat Kuningan mengenal legenda Ambu Naga Runting. Legenda ini tidak terlalu jelas lengkapnya. Namun disebutkan bahwa ada seekor naga yang sangat luar biasa. Kepalanya berada di Gunung Ciremai atau Ceremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Nah, saking besarnya naga itu, ekornya pun berada sampai ke pegunungan di sebelah selatan Gunung Ciremai. Namun masyarakat tidak tahu gunung mana yang dimaksud. Namun, mungkin saja ekor Naga terletak di Gunung Pojok Tilu tempat batu tulis bergambar naga ditemukan.
Legenda itu hanya terdengar dari mulut ke mulut dan diturunkan dari generasi terdahulu. Tapi, dalam arkeologi, legenda itu menjadi salah satu bahan penelitian. Bisa saja, batu bergambar naga itu dibuat sang pemahat diilhami kisah naga runting tersebut.
Untuk sementara diperkirakan batu tegak itu sudah didirikan oleh masyarakat sejak masa prasejarah, pahatannya cukup rapi, sehingga diperkirakan batunya didirikan sejak masa prasejarah, namun pahatannya dilakukan pada masa kemudian. Kemungkinan pahatan (gambar naga) dilakukan pada akhir masa Sunda Kuno sekitar abad ke 14-15 Masehi.



Bupati Kuningan Meminta Masyarakat Menjaga Keutuhan Situs Batu Naga
Pikiran  Rakyat
Kamis, 21/03/2013 - 20:17
NURYAMAN/"PRLM"
TIGA orang perangkat Desa Jabranti, Kec. Karangkancana, Kab. Kuningan beristirahat sambil mengamati batu menhir berukirkan gambar diperkirakan buah karya budaya pada masa pra sejarah di puncak bukit Gunung Pojoktilu, sekitar desa tersebut, Selasa (21/3) yang baru lalu.

KUNINGAN, (PRLM).- Bupati Kuningan H. Aang Hamid Suganda meminta kepada pemerintah desa dan masyarakat sekitar Gunungtilu, menjaga keutuhan Situs Batu Naga di puncak bukit Pojok Tilu sebelah selatan Dusun Banjaran, Desa Jabranti, Kec. Karangkancana, Kab. Kuningan yang kini sedang diteliti oleh arkeolog. Pesan tersebut diungkapkan Aang kepada "PRLM" melalui telefon, Kamis (21/3/13) menanggapi adanya langkah penelitian arkeolog terhadap situs tersebut.
"Bapak (demikian Aang kerap menyebutkan dirinya-red.) sangat mendukung langkah penelitian arkeologi itu. Di samping itu, untuk mendukung proses penelitian serta pelestarian situs di gunung itu, bapak meminta kepada pemerintah dan masyarakat desa sekitar membantu menjaga keutuhan setiap benda dan kekayaan alam yang ada di kawasan gunung itu," kata Aang.
Di balik itu, Aang mengharapkan penelitian arkelogi terhadap situs di puncak gunung sekitar perbatasan antara wilayah Kab. Kuningan, Jawa Barat dengan Kab. Brebes dan Cilacap, Jawa Tengah itu bisa mengungkap fakta-fakta sejarah dan budaya masyarakat masa lalu.
Sementara itu, arkeolog dari Universitas Indonesia yang juga pendiri Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) Dr. Ali Akbar, kepada "PR" menyebutkan, ukiran gambar ular naga dan gambar rupa lainnya pada batu menhir di puncak bukit tersebut, diperkirakan dibuat pada masa prasejarah. Ali Akbar yang baru-baru ini telah dua kali datang bersama tim arkeolog dari MARI ke lokasi tersebut, menyatakan batu menhir berukirkan gambar di gunung itu sangat berbeda dengan menhir-menhir yang telah ditemukan di Indonesia.
"Semua batu menhir yang telah ditemukan sebelumnya, biasanya dibentuk dulu dengan cara dipahat sesuai kebutuhan, lalu permukaannya dihiasi relief gambar atau tulisan. Sementara bentuk menhir yang ada di Gunung Pojok Tilu Kuningan itu, bukan hasil bentukan manusia tetapi bentukan alam," kata Ali Akbar.
Maksudnya, demikian Ali Akbar, batu bentukan alam yang dijadikan menhir itu dicari dan diperoleh manusia dari alam lalu dibawa dan ditempatkan di lokasi tersebut sesuai yang dibutuhkan.
"Saya yakin, dua batu menhir dengan bentuk hampir serupa yang terpasang berhadapan membentuk gapura atau gerbang di lokasi itu, bukan hasil bentukan manusia. Kecuali ukiran gambar-gambar pada batu menhir itu, jelas hasil karya manusia," tutur Ali Akbar, seraya menambahkan untuk mengungkap fakta-fakta arkelogi situs tersebut, pihaknya akhir-akhir ini tengah menghimpun referensi sejarah dan bertukar pendapat dengan sejumlah pakar budaya atau budayawan.
Di samping itu, untuk mengetahui pasti kapan situs di Gunung Pojok Tilu itu dibangun dan masa penggunannya, tim arkeolog dari MURI pada awal Maret 2013 telah mengambil sampel tanah dari kedalaman sekitar 50 cm di lokasi batu tersebut.
"Sampel tanah itu sekarang sedang diteliti di laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional. Penelitian sampekl tanah itu, untuk mengetahui angka abstrak tahun berapa atau berapa tahun yang lalu menhir itu dipasang di tempat itu," kata Ali Akbar.(A-91/A-108)***
JAWA BARAT

FOTO2 GUNUNG TILU












Minggu, 21 April 2013

Cijulang Permai Batukaras Beach Bubgalow

Sisa-sisa bangunan Hotel Cujulang permai akibat Tsunami 17 Juli 2006





Kawasan Hotel Cijulang Permai Saat kini